Kamis, 05 Desember 2013

Tari Jaranan Buto

Tari Jaranan Buto
 
 Jaranan buto berarti "kuda lumping raksasa". Keberadaan kesenian Jaranan Buto di daerah Banyuwangi, tidak terlepas dengan cerita rakyat yang melegenda yaitu Menak Jinggo. Menak Jinggo seorang raja kerajaan Blambangan, Raja Menak Jinggo berperawakan besar kekar bagaikan raksasa atau ”buto”.
Sesuai dengan namanya jaranan buto, para pemain kesenian ini berperawakan tinggi besar dan kekar, dengan memakai kostum mirip buto. Gerakan-gerakan tarinya juga mengekspresikan seperti “raksasa”
Tari ini berkembang didaerah Banyuwangi dan Blitar, Tari jaranan buto ini dipertunjukkan pada Upacara iring-iringan pengantin dan khitanan. Tarian ini serupa dengan tari Jaranan Kepang tetapi kuda-kudanya menggambarkan binatang yang berkepala Raksasa.
 Tari Jaranan Buto dimainkan oleh 16-20 orang. Peralatan yang mengiringi kesenian jaranan buto adalah kendang, gong, terompet, kethuk dan kuda kepang dengan kepala berbentuk raksasa atau bentuk babi hutan serta topeng berbentuk kepala binatang buas. Kesenian ini biasanya dilakukan mulai pada Pukul 10.00 pagi sampai dengan - 16.00 sore. (dd)
Evolusi paling signifikan dari seni ini adalah ekspresi seni itu sendiri yang lebih kuat. "Hampir" tidak ada unsur magic yang terlibat. Saya memang tidak melihat kehadiran unsur-unsur magic, dan begitulah yang saya dengar dari salah satu penonton lokal yang menginformasikan bahwa tidak ada yang kalap-kalapan. Saya tulis "hampir" karena saya tidak menonton hingga tuntas dan terus terang saja belum yakin benar memang tidak akan ada yang kalap (intrance).
Jaranan buto secara harfiah berarti "kuda lumping raksasa". Mungkin ini muncul karena daerah Banyuwangi terkenal dengan legenda Menak Jinggo, seorang raja kerajaan Blambangan yang dilukiskan sebagai seorang "buto" atau raksasa. Sesuai dengan namanya, para pemain kesenian ini berperawakan besar dengan kostum buto. Gerakan-gerakan tarinya juga mengekspresikan ke-raksasa-an. Tegap, berani, dan kuat. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar